SUHU DAN KELEMBAPAN
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda.Suhu juga disebut temperatur yang diukur dengan alat termometer. Empat macam termometer yang paling dikenal adalah Celsius (C), Reumur (R), Fahrenheit (F) dan Kelvin (K).Secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan termometer. Suhu dapat diukur dengan menggunakan termometer yang berisi air raksa atau alkohol. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang artinya panas dan meter yang artinya mengukur (to measure). Mengacu pada SI, satuan suhu adalah Kelvin (K). Skala-skala lain adalah Celsius, Fahrenheit, dan Reamur.
Pada skala Celsius, 0 °C adalah titik dimana air membeku dan 100 °C adalah titik didih air pada tekanan 1 atmosfer. Skala ini adalah yang paling sering digunakan di dunia. Skala Celsius juga sama dengan Kelvin sehingga cara mengubahnya ke Kelvin cukup ditambahkan 273 (atau 273.15 untuk lebih tepatnya).
Skala Fahrenheit adalah skala umum yang dipakai di Amerika Serikat. Suhu air membeku adalah 32 °F dan titik didih air adalah 212 °F.
Sebagai satuan baku, Kelvin tidak memerlukan tanda derajat dalam penulisannya. Misalnya cukup ditulis suhu 20 K saja, tidak perlu 20°
Kelembapan  adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan relatif. Alat untuk mengukur kelembapan disebut higrometer. Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan denganmassa uap air atau tekanannya) per satuan volum. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap aktual. Semua uap air yang ada di dalm udara berasal dari penguapan. Penguapan adalah perubahan air dari keadaan cair kekeadaan gas. Pada proses penguapan diperlukan atau dipakai panas, sedangkan pada pengembunan dilepaskan panas. Seperti diketahui, penguapan tidak hanya terjadi pada permukaan airyang terbuka saja, tetapi dapat juga terjadi langsung dari tanah dan lebih-lebih dari tumbuh-tumbuhan. Penguapan dari tiga tempat itu disebut dengan Evaporasi
Kelembaban udara dalam ruang tertutup dapat diatur sesuai dengan keinginan. Pengaturan kelembaban udara ini didasarkan atas prinsip kesetaraan potensi air antara udara dengan larutan atau dengan bahan padat tertentu.

Sulvikultur

Sistem silvikultur merupakan rangkaian kegiatan berencana mengenai pengelolaan hutan yang meliputi penebangan, pemudaan, dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin kelestarian produksi kayu ataupun hasil hutan lainnya. Dalam melaksanakan sistem silvikultur diperlukan perhatian terhadap dua aspek, antara lain Teknik penerapan sistem silvikultur itu sendiri termasuk cara penebangan, regenerasi tegakan hutan, dan pemeliharaan tegakan hutan.
Kerangka umum dari bagian pengelolaan hutan, termasuk pembagian area dan daur penebangan pohon.
Sistem-sistem silvikultur dibagi atas sistem penebangan disertai dengan pemudaan alam, sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia, sistem tebang jalur, dan sistem pohon induk untuk hutan payau. Sistem tebang habis dengan penanaman disebut juga sistem Tebang Habis dengan Pemudaan Buatan THPB, mengingat penebangannya dilakukan secara tebang habis kemudian diikuti penghutanan kembali atau pemudaan secara buatan. Sistem penebangan yang disertai dengan pemudaan secara alamiah atau disebut juga sistem silvikultur dengan pemudaan alamiah, terdiri atas sistem uniform, sistem Tebang Habis dengan Pemudaan Alamiah atau THPA, dan sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI). Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), merupakan salah satu sistem silvikultur yang dikembangkan dari sistem silvikultur TPI melalui berbagai penyempurnaan. Hal tersebut disesuaikan dengan kondisi hutan alam Indonesia. Disebut sistem TPTI dikarenakan penebangannya dilakukan dengan cara tebang pilih atau selektif terhadap pepohonan komersial, dan dilakukan pemudaan hutan dalam bentuk penanaman kembali. Sistem silvikultur tebang jalur merupakan sistem silvikultur yang penebangannya dilakukan pada jalur-jalur yang sudah dibuat secara selang-seling terhadap jalur yang tidak ditebang. Untuk proses pemudaan dapat dilakukan dengan cara buatan maupun alamiah. Pengelolaan Sistem Pohon induk ataupun sistem silvikultur hutan payau dilakukan pada hutan payau yang terdapat dalam suatu kawasan hutan produksi. Disebut sistem pohon induk dikarenakan dalam penebangannya di suatu area hutan harus meninggalkan sejumlah pohon induk yang minimal berjumlah 40 pohon dalam satu hektar sebagai sumber benih yang diharapkan mampu melakukan regenerasi atau pemudaan secara alamiah.
Pekerjaan silvikultur yang dinilai baik dari segi aspek kelestarian hutan, yakni jika pekerjaan itu tidak memusnahkan jenis-jenis biota, baik flora maupun fauna dalam ekosistem hutan sehingga penerapan sistem silvikultur secara baik akan menjamin kelestarian keanekaragaman biota alam tersebut.

Kebakaran Hutan

 

 



Radiasi Surya

Energi Surya Sebagai Suatu Unsur Iklim

Energi surya adalah sumber utama dari energi atmosfer yang penyebarannya di seluruh permukaan bumi merupakan pengendali yang besar terhadap cuaca dan iklim.
Energi surya merupakan penyebab pokok dari semua perubahan dan pergerakan di dalam atmosfer.
Energi surya berpengaruh langsung terhadap sifat baik pada tumbuhan maupun hewan. Pengaruh energi surya dialami melalui iluminasi spektrum cahaya yang terlihat dan juga spektrum yang tidak terlihat. Daerah iluminasi alami (perbedaan panjang siang dan malam) menentukan waktu fotosintesa.
Radiasi surya (matahari) merupakan sumber utama untuk proses-proses fisika atmosfer yang menentukan keadaan cuaca dan iklim di atmosfer bumi.
Radiasi yang sampai ke puncak atmosfer adalah 1360 Wm2, sedangkan yang sampai ke permukaan bumi adalah setengahnya.
Rata-rata 30% radiasi yang sampai di permukaan bumi dipantulkan kembali ke angkasa luar.

Tiga Pengaruh Radiasi Surya yang Jatuh Diatas Tanaman adalah:
1. Pada tanaman yang hijau, berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan
2. Radiasi mempengaruhi kecepatan transpirasi atau kehilangan air yang mengakibatkan timbulnya kebutuhan air tanaman
3. Pada suatu periode kritis dalam pertumbuhan, tingkat energi yang tinggi dapat menyebabkan pembakaran

Semua hukum radiasi dibuat oleh ahli fisika didasarkan pada satu konsep benda hitam. Benda hitam (Black Body) atau full radiator didefenisikan sebagai benda yang mengabsorbsi semua radiasi elektromagnit yang mengenainya. Black body tidak harus benda yang berwarna hitam contohnya salju, adalah suatu bagian yang baik untuk bagian spektrum inframerah.

Kebakaran Hutan


Mangrove

Mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove.

Kata mangrove adalah kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Adapun dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan untuk menunjuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut.

Sebagian ilmuwan mendefinisikan, hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob. Sebagian lainnya mendefinisikan bahwa hutan mangrove adalah tumbuhan halofit (tumbuhan yang hidup pada tempat-tempat dengan kadar garam tinggi atau bersifat alkalin) yang hidup disepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai daerah mendekati ketinggian rata-rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan sub-tropis.

Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Ada beberapa istilah lain dari hutan mangrove antara lain: Tidal Forest (hutan pasang surut), Coastal Woodland (kebun kayu pesisir), Hutan Payau, dan Hutan bakau.

Ekosistem hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tertinggi di dunia, seluruhnya tercatat 89 jenis. Beberapa jenis pohon yang banyak dijumpai di wilayah pesisir Indonesia adalah bakau (Rhizophora sp), api-api (Avicennia sp), pedada (Sonneratia sp), tanjang (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus sp), tenger (Ceriops sp) dan, buta-buta (Exoecaria sp).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terbesar dan memiliki kekayaan hayati yang paling banyak. Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 3,2 juta hektare, walaupun belakangan ini dilaporkan lebih dari 50 persen jumlah hutan itu sudah rusak.

Indonesia memiliki 75 persen hutan mangrove yang ada di Asia, dan 27 persen hutan mangrove yang ada di dunia. Sebagian besar mangrove itu berada di pesisir Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Kondisi itu sebenarnya terus menurun sekitar 200 hektare per tahun akibat berbagai faktor yang terjadi di lokasi-lokasi hutan itu.
Hal ini karena di Indonesia, nilai pemanfaatan hutan mangrove masih bernilai rendah karena masih sebatas eksploitatif. Selain itu, minimnya perhatian terhadap pelestarian kawasan hutan itu dari berbagai pihak menjadikan pembukaan lahan hutan semakin menjadi-jadi dalam skala besar dan waktu yang cepat.

Kerusakan kawasan hutan mangrove yang paling parah terutama di sekitar delta Mahakam, Kalimantan Timur. Kawasan hutan yang didominasi pohon nipah itu hanya terjadi pembukaan lahan tambak udang sekitar 15.000 hektar pada tahun 1997. Namun, dalam tujuh tahun terakhir, hutan mangrove yang dibuka sudah sekitar 74.000 hingga 80.000 hektare, dan sisanya pun rusak cukup parah.

Di wilayah Cilacap, Jawa Tengah, terjadi penyusutan hutan mangrove sejak tahun 1998. Sejumlah warga di beberapa desa yang berada di sekitar Teluk Segara Anakan mengalami penurunan perolehan ikan. Mereka akhirnya berubah profesi menjadi perajin gula kelapa. Dalam proses pembuatan gula kelapa itu dibutuhkan kayu-kayu untuk pembakaran. Ironisnya warga pun menggunakan kayu mangrove untuk kayu bakar sehingga terjadi penyusutan 0,872-1,079 meter kubik per hari.

Secara umum dari 35.338 hektare hutan mangrove di Jawa Tengah (Jateng), 94 persen diantaranya rusak. Sekitar 61 persen rusak parah dan 33 persen rusak ringan. Penyebab kerusakan adalah terjadinya alih fungsi hutan mangrove menjadi perumahan, tambak, polusi laut, reklamasi, serta kawasan wisata pantai. Kerusakan lainnya terjadi di seluruh jalur pantai utara.

Kerusakan hutan mangrove juga terjadi di Sumatra Utara (Sumut). Sebanyak 60,07 dari 83.550 hektare (ha) hutan mangrove rusak akibat perambahan tambak udang, penebangan untuk bahan baku arang bakau dan ekspansi daerah pemukiman.

Kawasan hutan mangrove yang paling rusak di Kabupaten Langkat, sebanyak 25.300 ha dari luas lahan 35.300. Di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Tanjung Balai sebanyak 12.900 ha dari luas lahannya 14.400 ha. Di Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai terdapat 12.400 ha yang rusak dari luas lahan 20.000. Di Kabupaten Nias 650 ha yang rusak dari luas lahan 7.200 ha. Di Kabupaten Labuhan Batu terdapat 500 ha dari luas lahan 1.700 ha. Di Kabupaten Tapanuli Tengah 200 ha dari luas lahan 1.800 ha, di Kabupaten Madina terdapat kerusakan 200 ha dari 2.900 ha dan di Pemerintah Kota Medan kerusakan 150 ha dari luas lahan 250 ha. Kebanyakan lahan hutan manggrove di Langkat dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit. Ini dilakukan masyarakat dan pengusaha.

Berdasarkan hasil evaluasi Balai Pengelola Hutan Mangrove Departemen Kehutanan, sedikitnya 50 persen lahan hutan mangrove di seluruh Indonesia berada dalam kondisi rusak. Adapun kerusakan ini salah satunya dipercepat oleh program alih fungsi lahan mangrove sehingga luas areal hutan mangrove semakin menyempit dari yang sebelumnya 9,3 juta hektar menjadi 6,6 juta hektar. Sedangkan dari 6,6 juta hektar luas hutan mangrove yang ada saat ini, hanya 4,5 juta hektar yang ditumbuhi mangrove.

Kepala Balai Pengelola Hutan Mangrove Wilayah I Departemen Kehutanan, Sasmitohadi, menyatakan bahwa selain akibat alih fungsi lahan, kerusakan hutan mangrove juga diakibatkan adanya penebangan liar dan pencemaran. “Kerusakan lain ini diakibatkan pencemaran, baik pencemaran oleh limbah pabrik maupun pencemaran yang terjadi di kilang minyak Cilacap tepatnya di Sungai Donan. Di lokasi ini banyak sekali mangrove mengalami gangguan akibat limbah minyak. Limbah kapal dan sebagainya termasuk sampah” papar Sasmitohadi.

Selanjutnya Sasmitohadi menambahkan bahwa hutan mangrove terluas di Indonesia saat ini berada di Papua, Kalimantan dan Sumatra. Namun sayangnya hingga kini belum ada aturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang pengelolaan hutan mangrove.

Ini hanya sebagian kecil informasi kerusakan hutan mangrove yang ada di Indonesia, masih banyak lagi kerusakan lainnya yang mungkin belum terdata. Betapa ironisnya, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan daerah pesisir yang luas ternyata tidak bisa melestarikan kekayaan alam yang telah dianugrahkan Allah.
Usaha penghijauan atau reboisasi hutan mangrove telah berulang kali dilakukan di beberapa daerah, baik di pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, maupun Irian Jaya. Upaya ini biasanya berupa proyek yang berasal dari Departemen Kehutanan ataupun dari Pemda setempat. Namun hasil yang diperoleh relatif tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal dalam pelaksanaannya tersedia biaya yang cukup besar, tersedia tenaga ahli, tersedia bibit yang cukup, pengawasan cukup memadai, dan berbagai fasilitas penunjang yang lainnya.

Salah satu penyebabnya adalah kurangnya peran serta masyarakat dalam ikut terlibat upaya pengembangan wilayah, khususnya rehabilitasi hutan mangrove; dan masyarakat masih cenderung dijadikan obyek dan bukan subyek dalam upaya pembangunan.

Padahal, dengan keberhasilan merehabilitasi hutan mangrove akan berdampak pada adanya peningkatan pembangunan ekonomi- khususnya dalam bidang perikanan, pertambakan, industri, pemukiman, rekreasi dan lain-lain. Kayu tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan kayu bakar, bahan tekstil dan penghasil tanin, bahan dasar kertas, keperluan rumah tangga, obat dan minuman, dan masih banyak lagi lainnya. Hutan mangrove juga berfungsi untuk menopang kehidupan manusia, baik dari sudut ekologi, fisik, maupun sosial ekonomimisalnya untuk menahan ombak, menahan intrusi air laut ke darat, dan sebagai habitat bagi biota laut tertentu untuk bertelur dan pemijahannya. Hutan mangrove dapat pula dikembangkan sebagai wilayah baru dan untuk menambah penghasilan petani tambak dan nelayan, khususnya di bidang perikanan dan garam.
Di samping itu, hutan mangrove sebagai suatu ekosistem di daerah pasang surut, kehadirannya sangat berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain di daerah tersebut. Pada daerah ini akan terdapat ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun, dan ekosistem estuari yang saling berpengaruh antara ekosistem yang satu dengan lainnya. Dengan demikian, terjadinya kerusakan/gangguan pada ekosistem yang satu tentu saja akan mengganggu ekosistem yang lain. Sebaliknya seperti diuraikan di atas keberhasilan dalam pengelolaan (rehabilitasi) hutan mangrove akan memungkinkan peningkatan penghasilan masyarakat pesisir khususnya para nelayan dan petani tambak karena kehadiran hutan mangrove ini merupakan salah satu faktor penentu pada kelimpahan ikan atau berbagai biota laut lainnya.

Mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dengan keberadaan hutan mangrove, dengan ini masyarakat, khususnya masyarakat pesisir harus turut diberdayakan dalam usaha pelestarian maupun rehabilitasi hutan mangrove. Baik dengan memberikan peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingnya ekosistem hutan mangrove, maupun dengan turut memberdayakan masyarakat dalam usaha rehabilitasi hutan mangrove tersebut. Masyarakat tidak seharusnya hanya dijadikan sebagai objek pembangunan, tetapi sebagai subjek pembangunan, khususnya dalam masalah rehabilitasi hutan mangrove. Dengan demikian Pendekatan botom-up perlu untuk digalakkan dan bukan sebaliknya mengingat dewasa ini masyarakat adalah sebagai ujung tombak dalam suatu kegiatan pembangunan di desa. Dengan turut diberdayakannya masyarakat dalam usaha rehabilitasi hutan mangrove diharapkan usaha pelestarian hutan mangrove akan menunjukkan hasil yang lebih baik.

Peranan Hutan Dalam Pembangunan Indonesia

Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Hutan mempunyai manfaat yang amat besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Manfaat tersebut terdiri dari manfaat langsung dan manfaat tidak langsung serta manfaat hasil hutan yang berupa barang dan jasa. Manfaat langsung hutan berupa: kayu, buah-buahan, binatang untuk diburu,keindahan untuk rekreasi alam, udara yang segar untuk kenyamanan dan kesehatan. Sedangkan manfaat tidak langsungnya berupa: pemeliharaan keanekaragaman hayati, pengendalian erosi dan banjir, pengendalian penyakit tanaman atau tanah hutan industri. Hasil hutan berupa barang meliputi: kayu, rotan, getah, buah, kayu bakar, satwa liar, air bersih, dan sebagainya. Sedangkan hasil hutan berupa jasa meliputi: pemandangan alam, menyerap dan menyimpan karbon, iklim mikro/iklim setempat (lokal), memelihara kesuburan tanah, dan mengendalikan debit sungai, dan lainnya.
Disamping memiliki manfaat yang disebut diatas, hutan juga memiliki nilai fungsi yang berupa fungsi produksi/ekonomis, fungsi ekologis dan fungsi sosial budaya.
Fungsi produksi/ekonomis meliputi keseluruhan hasil hutan yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kehidupan manusia dalam melakukan berbagai tindakan ekonomi seperti hasil hutan untuk bahan baku industri, kayu bakar serta hasil hutan yang berupa air bersih untuk dijual secara komersial. Fungsi ekologis hutan berupa berbagai bentuk jasa hutan yang diperlukan dalam memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan seperti mengendalikan erosi, memelihara kesuburan tanah, habitat flora dan fauna serta mengendalikan penyakit tanaman pertanian. Fungsi sosial budaya dapat berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh hutan yang dapat memenuhi kepentingan umum, terutama masyarakat di sekitar hutan untuk berbagai kepentingan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, seperti lapangan pekerjaan, lahan untuk bercocok tanam, persediaan kayu bakar, pendidikan, penelitian, budaya dan keagamaan. Hasil hutan yang dinilai secara ekonomis dan di masukkan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) hanya terbatas pada beberapa jenis hasil hutan yang memiliki nilai komersial, yaitu nilai ekonomi dalam arti sempit saja.
Indonesia memiliki hutan seluas lebih kurang 144 juta ha, hanya saja yang masih berupa hutan kira-kira 118 juta ha. Apabila hutan tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, akan memberikan dampak positif dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga sebaliknya jika hutan tersebut tidak dilestarikan dan dipelihara maka akan menyebabkan dampak negatif bagi bangsa dan negara. Datangnya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor merupakan dua dari banyak bencana alam yang disebabkan oleh kerusakan hutan.
Oleh karena itu, sudah selayaknya lah kita menjaga dan melestarikan alam kita, karena itu adalah amanah dari Sang Pencipta. Mulailah berbuat dari yang terkecil, dari yang terdekat dengan kita seperti menanam pohon di pekarangan rumah/tempat tinggal kita.